Minggu, 01 Juli 2018

SEJARAH BERDIRINYA DESA SEKARPUTIH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK JAWATIMUR


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
      Sejarah lokal mengandung suatu pengertian, bahwa suatu peristiwa yang tidak terjadi hanya meliputi suatu daerah dan tidak menyebar ke daerah lainnya. Sejarah tentang suatu daerah memuat suatu awal daerah tersebut seperti asal-usul daerah yang bersangkutan sampai pada masa berikutnya. Setiap wilayah di Indonesia memiliki karakter tersendiri. Hal ini di sebabkan karena masing-masing wilayah di Indonesia terbentuk melalui sejarah panjang yang berbeda-beda. Demikian juga kebudayaan, merupakan produk dari proses sejarah yang panjang. Oleh karena itu sejarah lokal merupakan hal yang sangat kompleks yang memiliki banyak aspek dari keseluruhan pengalaman kolektif masa lalu meliputi aspek sosial budaya, politik, agama, teknologi, ekonomi, dan sebagainya dalam sutu wilayah tertentu.
      Nganjuk dahulunya bernama Anjuk Ladang yang dalam bahasa Jawa Kuna berarti Tanah Kemenangan. Dibangun pada tahun 859 Caka atau 937 Masehi. Berdasarkan peta Jawa Tengah dan Jawa Timur pada permulaan tahun 1811 yang terdapat dalam buku tulisan Peter Carey yang berjudul : ”Orang Jawa dan masyarakat Cina (1755-1825)”, penerbit Pustaka Azet, Jakarta, 1986; diperoleh gambaran yang agak jelas tentang daerah Nganjuk. Apabila dicermati peta tersebut ternyata daerah Nganjuk terbagi dalam 4 daerah yaitu Berbek, Godean, Nganjuk dan Kertosono merupakan daerah yang dikuasai Belanda dan kasultanan Yogyakarta, sedangkan daerah Nganjuk merupakan mancanegara kasunanan Surakarta. Sejak adanya Perjanjian Sepreh 1830, atau tepatnya tanggal 4 juli 1830, maka semua kabupaten di Nganjuk (Berbek, Kertosono dan Nganjuk ) tunduk dibawah kekuasaan dan pengawasan Nederlandsch Gouverment. Alur sejarah Kabupaten Nganjuk adalah berangkat dari keberadaan kabupaten Berbek dibawah kepemimpinan Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo. Tahun 1880 adalah tahun suatu kejadian yang diperingati yaitu mulainya kedudukan ibukota Kabupaten Berbek pindah ke Kabupaten Nganjuk.
      Dalam Statsblad van Nederlansch Indie No.107, dikeluarkan tanggal 4 Juni 1885, memuat SK Gubernur Jendral dari Nederlandsch Indie tanggal 30 Mei 1885 No 4/C tentang batas-batas Ibukota Toeloeng Ahoeng, Trenggalek, Ngandjoek dan Kertosono, antara lain disebutkan: III tot hoafdplaats Ngandjoek, afdeling Berbek, de navalgende Wijken en kampongs : de Chineeshe Wijk de kampong Mangoendikaran de kampong Pajaman de kampong Kaoeman. Dengan ditetapkannya Kota Nganjuk yang meliputi kampung dan desa tersebut di atas menjadi ibukota Kabupaten Nganjuk, maka secara resmi pusat pemerintahan Kabupaten Berbek berkedudukan di Nganjuk.
      Kabupaten Nganjuk terletak antara 11105' sampai dengan 112013' BT dan 7020' sampai dengan 7059' LS. Luas Kabupaten Nganjuk adalah sekitar ± 122.433 km2 atau 122.433 Ha yang terdiri dari atas: Tanah sawah 43.052 Ha, tanah kering 32.373, tanah hutan 47.007 Ha. Dengan wilayah yang terletak di dataran rendah dan pegunungan, Kabupaten Nganjuk memiliki kondisi dan struktur tanah yang cukup produktif untuk berbagai jenis tanaman, baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan sehingga sangat menunjang pertumbuhan ekonomi dibidang pertanian. Kondisi dan struktur tanah yang produktif ini sekaligus ditunjang adanya sungai Widas yang mengalir sepanjang 69,332 km dan mengairi daerah seluas 3.236 Ha, dan sungai Brantas yang mampu mengairi sawah seluas 12.705 Ha.
      Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk di Kabupaten Nganjuk sebanyak 1.017.030 dengan kurang lebih 36% penduduk tinggal di perkotaan, dan sisanya 64% tinggal di pedesaan. Mayoritas penduduk di Kabupaten Nganjuk memeluk agama Islam dengan presentase hampir 99%, dan sisanya menganut agama Kristen, Hindu, Budha, Khonghucu.
      Nganjuk mempunyai 20 kecamatan dan 284 desa/kelurahan. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah: Bagor, Baron, Berbek, Gondang, Jatikalen, Kertosono, Lengkong, Loceret, Nganjuk, Ngetos, Ngluyu, Ngronggot, Pace, Patianrowo, Prambon, Rejoso, Sawahan, Sukomoro, Tanjunganom, dan Wilangan.
      Sejarah lokal yang identik dengan cerita rakyat sampai sekarang masih berkembang terus dan penyebarannya secara turun temurun oleh masyarakat. Tetapi masih banyak cerita rakyat yang belum terdeteksi maupun tersimpan dalam bentuk tulisan maupun kajian. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di daerah biasanya dikenang dan diingat dalam bentuk nama. Nama tersebut biasanya diambil dari nama peristiwa, orang, binatang, tumbuhan dan sebagainya. Oleh karena berbagai alasan di atas, penulis ingin meneliti, menelaah dan merekap sejarah lokal Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Penelitian ini berjudul Asal-Usul Nama Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Banyak masyarakat di Indonesia yang tidak memahami dan mengetahui sejarah lokal di wilayahnya, adapun sumber-sumber untuk mengetahui secara lisan banyak yang sudah meninggal, pikun, atau bukan penduduk asli dari daerah tersebut.
      Hal itu patut untuk diteliti lebih lanjut agar masyarakat lebih memahami dan menghargai cerita-cerita rakyat yang terdapat di daerah mereka masing-masing.
B.     Rumusan Masalah
      Bagaimana sejarah asal-usul nama Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk?
C.    Teknik Pengumpulan Data
1.      Wawancara
            Wawancara adalah sebuah metode pengumpulan data yang dilakukan oleh pewawancara untuk mendapatkan informasi melalu wawancara atau interview. Dengan teknik atau cara berhubungan secara langsung dengan informan melalui tanya jawab secara lisan. Pewawancara menggunakan metode wawancara tidak terencana dan wawancara terbuka. Dalam hal ini wawancara dilakukan terhadap dua warga yang dianggap paham dengan sejarah asal-usul desa Sekarputih.
2.      Observasi
            Observasi adalah metode atau cara yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung pada objek dalam kegiatan penelitian. Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang/tempat, waktu, dan perasaan.
D.    Teknik Pengelolahan Data
a.       Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan.
b.      Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang di anggap penting kemudian melakukan pengkodean data.
c.       Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang di peroleh responden dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya di perlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya pernyataan yang tidak relavan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih di hilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizon (arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun dari fenomena yang tidak mengalami menyimpangan).
d.      Pernyataan tersebut kemudian dikumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi.
e.       Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural decription (mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan structural description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi).
f.       Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendaptkan makna pengamalan responden mengenai fenomena tersebut.
g.      Membuat laporan pengamalan setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari gambaran tersebut ditulis.
E.     Ruang Lingkup dan Pembatasan Penelitian
      Yang menjadi ruang lingkup atau daerah penelitian adalah Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Dalam karya tulis ini saya memberi batasan-batasan tertentu dalam pembahasan masalah ini, yaitu ; kajian lagenda/cerita asal-usul nama Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk dan kajian kebudayaan yang masih dilaksanakan secara turun temurun di Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk.
F.     Tujuan Penelitian
      Untuk mengetahui sejarah Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk.
G.    Manfaat Penelitian
1.       Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan yang dapat menumbuhkan rasa menghargai pada setiap anggota masyarakat dan menambah kecintaan terhadap hasil kebudayaan dari daerahnya masing-masing.
2.      Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan dan pengalaman dalam bidang sejarah lokal yaitu dapat digunakan sebagai pengetahuan dan informasi tentang asal-usul Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk dan untuk mendorong semangat melestarikan budaya nasional bagi generasi muda pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.















BAB II
TENTANG SEJARAH DESA
A.    Sejarah Desa
      Desa di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda anggota Raad van Indie pada masa penjajahan colonial Inggris, yang merupakan pembantu Gubernur Jenderal Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Dalam sebuah laporannya tertanggal 14 Juli 1817 kepada pemerintahnya disebutkan tentang adanya desa-desa di daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa. Dan kemudian hari ditemukan juga desa-desa di kepulauan luar Jawa yang kurang lebih sama dengan desa yang ada di Jawa (soeyardjo, 1984:36).
      Terbentuknya suatu Desa tidak terlepas dari insting manusia, yang secara naluriah ingin hidup bersama keluarga suami/istri dan anak, serta sanak familinya, yang kemudian lazimnya memilih suatu tempat kediaman bersama. Tempat kediaman tersebut dapat berupa suatu wilayah dengan berpindah-pindah terutama terjadi pada kawasan tertentu hutan atau areal lahan yang masih memungkinkan keluarga tersebut berpindah-pindah. Hal ini masih dapat ditemukan pada beberapa suku asli di Sumatera seperti kubu, suku anak dalam, beberapa warga melayu asli, juga Pulau-pulau Lainnya di Nusa Tenggara, Kalimantan dan Papua. (sumardjo, 2010).
B.     Pengertian Desa
      Desa atau udik menurut definisi "universal", adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil yang disebut kampung (Banten, Jawa Barat) atau dusun (Yogyakarta) atau banjar (Bali) atau jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di Kalimantan Timur, Klèbun di Madura, Pambakal di Kalimantan Selatan, dan Kuwu di Cirebon, Hukum Tua di Sulawesi Utara.
      Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, di Aceh dengan istilah gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat. Menurut aktivitasnya, Desa dibagi menjadi :
·         Desa agraris, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang pertanian dan perkebunan.
·         Desa industri, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang industri kecil rumah tangga.
·         Desa nelayan, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang perikanan dan pertambakan.
Pengertian Desa menurut beberapa ahli :
1.      Bambang Utoyo 
           Desa merupakan tempat sebagian besar penduduk yang bermata pencarian di bidang pertanian dan menghasilkan bahan makanan.
2.      R. Bintarto 
           Desa adalah perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis politik, kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain
3.      Sutarjo Kartohadikusumo 
           Desa merupakan kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri merupakan pemerintahan terendah di bawah camat
4.      William Ogburn dan MF Nimkoff 
           Desa adalah kesatuan organisasi kehidupan sosial di dalam daerah terbatas.


5.      S.D. Misra 
           Desa adalah suatu kumpulan tempat tinggal dan kumpulan daerah pertanian dengan batas-batas tertentu yang luasnya antara 50 – 1.000 are.
6.      Paul H Landis 
           Desa adalah suatu wilayah yang jumlah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan cirri-ciri sebagai berikut :
a.       Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antra ribuan jiwa
b.      Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuaan terhadap kebiasaan
c.       Cara berusaha (ekonomi) aalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam sekitar seperti iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
7.      UU no. 22 tahun 1999 
           Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten.
8.      UU no. 5 tahun 1979 
           Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.






BAB III
PEMBAHASAN
A.      Keadaan Geografis Desa Sekarputih
     Kabupaten Nganjuk berbatasan dengan Kota Jombang, Kota Kediri, Kota Madiun dan Kota Bojonegoro. Kabupaten Nganjuk memiliki 20 kecamatan dan 284 desa/kelurahan, salah satu Kecamatan yang dimiliki Kabupaten Nganjuk adalah Kecamatan Bagor dan Kecamatan Bagor memiliki beberapa Desa, salah satunya adalah Desa Sekarputih.
     Desa Sekarputih adalah sebuah Desa di Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Desa ini berbatasan dengan Desa Gandu di utara, Desa Cangkringan di timur, Desa Sonopatik di selatan, serta Desa Pesudukuh di barat.
     Penduduk Desa Sekarputih ini mayoritas mata pencaharian utamanya adalah dari hasil pertanian dengan sawah tadah hujan yang menghasilkan tanaman padi di musim penghujan dan pancaroba atau peralihan. Sedangkan pada musim kemarau menghasilkan jagung. Adapun hasil pertanian lainnya antara lain kedelai, bawang merah, bawang merah, dan beberapa jenis sayuran. Selain sebagai petani penduduk Desa Sekarputih ada yang bekerja sebagai pedagang, karyawan, guru dan tenaga keras.
     Mayoritas penduduk di Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk memeluk agama Islam dengan presentase 100% dan mayoritas tetap mempertahankan tradisi kejawen yang dikenal dengan istilah abangan.
     Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Sekarputih menggunakan Bahasa Jawa. Biasanya dikenal dengan dialek (ujuk-ujuk) yang artinya tiba-tiba. semakin ke selatan datarannya makin tinggi, bahasanya pun semakin beragam. intonasinya semakin panjang, seperti berbicara "puuanjang”.
B.      Asal-Usul Desa Sekarputih
1.      Asal-Usul Desa Sekarputih menurut Bapak Supraman (Carik)
           Umur Mbah Suparman 65 tahun, sejak umur 30 tahun beliau sudah menjabat sebagai carik  di Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk dan beliau sebagai sesepuh tertua yang mengetahui asal-usul Desa Sekarputih secara lisan. Beliau mengetahui banyak hal tentang asal-usul penamaan Desa Sekarputih dari hal kesenian, kebudayaan dan lain-lain.
      Menurut Mbah Suparman, pada zaman dahulu sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia, ada sepasang suami istri yang hidupnya pas-pasan. Bernama Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah yang beristirahat di antara dua pohon asam besar, dalam kehidupannya mereka makan dan minum seadanya. Sewaktu mereka beristirahat Desa Sekarputih belum ada. Akhirnya sepasang suami istri tersebut memutuskan untuk tinggal di bawah pohon asam besar tersebut.
          Asal-usul Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah sampai sekarang belum di ketahui. Beberapa hari mereka tinggal di bawah pohon, mereka berjalan-jalan menelusuri jalan yang ada di Desa Sekarputih. Saat beliau berjalan di depan area pemakaman beliau menemukan bunga “Kantil Putih” bunga tersebut berwarna putih dan baunya sangat harum. Sehubungan dengan belum adanya nama Desa yang mereka singgahi tersebut, mereka memutuskan untuk menamai desa yang mereka singgahi dengan nama Desa “Sekarputih” istilah Sekar sama dengan bunga, sedangkan putih sama dengan warna putih. Jadi filosofi Desa Sekarputih adalah bunga yang berwarna putih.
       Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah meninggal di Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk, jasad mereka di makamkan di bawah di antara dua pohon asam besar yang dahulu kala mereka singgahi untuk beristirahat. Masyarakat Desa Sekarputih melestarikan makam mereka dan dua pohon asam besar sebagai sesepuh atau pohon keramat yang berada di Desa Sekarputih.
     Sewaktu datangnya Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah, Mbah Surodipo mengenakan gelang di kaki sedangkan Mbah Dewi Rantinah mengenakan baju hijau, jarik kawung dan kemben palang rusak. Akhirnya masyarakat Desa Sekarputih membuat larangan menyamakan apa yang dahulu di kenakan oleh Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah untuk menghindari kejadian buruk yang nanti di terima oleh masyarakat Desa Sekarputih.
Kesenian yang dahulu di lestarikan dan sampai sekarang adalah “Tandak Tayub” Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah sangat menyukai kesenian tersebut. Tandak Tayub di lakukan atau di selenggarakan satu kali dalam setahun dengan tujuan bersih desa. Mistik yang sampai sekarang masih di percayai adalah jika Desa Sekarputih dalam satu tahun tidak menyelenggarakan Tandak Tayub maka nanti akan ada musibah yang menghampiri masyarakat Desa Sekarputih salah satu contohnya adalah kematian yang beruntun.
Tahun 2008 yang silam sewaktu Desa Sekarputih tidak melakukan atau menyelenggarakan Tandak Tayub, terdapat 5 orang masyarakat Sekarputih yang meninggal dalam satu minggu dan seluruh masyarakat Desa Sekarputih memepercayai bahwa meninggalnya 5 orang tersebut dikarenakan Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah marah akan tidak diselenggarakannya Tandak Tayub di Desa Sekarputih. Setelah meninggalnya 5 orang tersebut, masyarakat Desa Sekarputih menyelenggarakan Tandak Tayub, selesainya acara Tandak Tayub Desa Sekarputih menjadi tenang, tentram dan damai kembali seperti sedia kala.
2.      Asal-Usul Desa Sekarputih menurut Ibu Djuwati
             Mbah Djuwati istri dari almarhum Mbah Sumadi yang dahulu menjabat sebagai Jogotirto. Mbah Djuwati berumur 59 tahun, beliau lahir di Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk, sejak kecil beliau dibesarkan di Desa Sekarputih dan sampai tua ini beliau masih bertempat tinggal di Desa Sekarputih.
                 Menurut beliau penamaan Desa Sekarputih berawal dari datangnya Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah yang menemukan bunga kantil putih di sebelah makam umum. Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah dimakamkan di bawah pohon asam yang sekarang pohon asam tersebut di namakan “Mbah Gempol” dan dijadikan pohon keramat bagi masyarakat setempat.
               Kesenian yang masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Sekarputih adalah acara Tandak Tayub yang bertujuan untuk bersih desa atau babad desa dan mengingat jasa-jasa Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah. Setelah sepeninggalnya Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah, pohon keramat “ Mbah Gempol” tersebut sering dikunjungi masyarakat Desa Sekarputih untuk meminta ijin akan diadakan acara pernikahan, khitanan dan lain sebagainya.
           Masyarakat Desa Sekarputih percaya bahwa sebelum mengadakan atau menyelenggarakan acara lebih baiknya meminta ijin dahulu kepada sesepuh Desa Sekarputih yaitu almarhum dan almarhumah Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah yang sekarang disimbolkan dengan dua pohon asam besar “Mbah Gempol”. Tujuan masyarakat Desa Sekarputih meminta ijin kepada almarhum dan almarhumah sesepuh guna untuk memperlancar acara yang akan mereka selenggarakan agar tidak mendapatkan halangan sedikitpun. Masyarakat Desa Sekarputih yang akan meminta ijin kepada sesepuh seharusnya membawa nasi, ayam dan bunga sebagai sesajen yang diperuntukkan kepada penghuni dua pohon asam besar “ Mbah Gempol”.
                  Setiap tanggal 1 Suro masyarakat Desa Sekarputih berbondong-bondong membawa makanan dan bunga ke makam almarhum dan almarhumah Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah untuk melakukan tradisi doa dan penghormatan kepada mereka. Susunan acara tradisi doa dan penghormatan pembukaan, sambutan kepala desa dan juru kunci, doa, makan-makan dan penutup. Juri kunci atau seseorang yang selalu membersihkan area Mbah Gempol dan yang sering memimpin doa sewaktu masyarakat meminta ijin kepada Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah adalah Mbah Syiran dan Mbah Sabar. Kesenian lainnya yang masih di lestarikan masyarakat Desa Sekarputih adalah Dayang ( Warang Gono ).


C.    Tradisi dan Kebudayaan Desa Sekarputih
      Tradisi merupakan adat kebiasaan sebuah daerah yang selalu diturunkan secara turun merurun kepada generasinya. Tradisi suatu daerah akan menggambarkan atau menunjukkan ciri-ciri khas serta karakter daerah tersebut, hal inilah yang membedakan antara daerah satu dengan daerah lainnya. Di Indonesia, tradisi yang masih dijalankan, dipengaruhi oleh kebudayaan lokal, Hindu-Budha, dan Islam. Disadari atau tidak, sampai sekarang dalam menjalankan sebuah tradisi, masyarakat Indonesia masih terpengaruh oleh tiga kebudayaan tersebut.
      Desa Sekarputih ini memiliki tradisi dari zaman dahulu yang masih dilestarikan hingga sekarang, misalnya “bersih desa/nyadranan”. Nyadranan ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali menjelang saat memasuki awal bulan Suro. Biasanya masyarakat mengadakan pengajian atau khataman di Balai Desa mulai setelah shalat Subuh hingga menjelang shalat Ashar. Kemudian dilanjutkan dengan acara “Tandak Tayub” untuk warga Desa Sekarputih hingga pagi hari atau satu malam suntuk. Selain itu, misalnya pada saat kegiatan keagamaan seperti Isra’ Mi’raj, diadakan pengajian di makam Mbah Surodipo serta Mbah Dewi Rantinah. Bahkan masyarakat juga menggunakan makam Mbah Surodipo serta Mbah Dewi Rantinah tersebut sebagai “tempat perizinan” jika melakukan hajatan keluarga, seperti khitanan/sunatan dan upacara perkawinan. Akan tetapi pada saat ini bila ada hajatan keluarga seperti khitanan dan upacara perkawinan masyarakat hanya memberi sesajen saja tanpa harus ada acara perizinan ke makam Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah.
      Tradisi tersebut di atas masih dilaksanakan masyarakat hingga sekarang. Bahkan sekarang telah dibentuk organisasi/jamaah pengajian untuk bapak-bapak dan ibu-ibu tingkat RT yang dilaksanakan setiap malam Jum’at setelah shalat maghrib. Jadi setiap RT itu memiliki jamaah tahlil sendiri-sendiri dan pakaian seragamnya juga berbeda-beda.


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
      Disebut sebagai Desa Sekarputih karena dulu ada sepasang suami istri yang tinggal di desa ini. Beliau bernama Surodipo dan Dewi Rantina, mereka berdua menemukan bunga kantil putih , dijadikan sebagai nama desa dan di kenang selalu karena beliau dipercayai memiliki kekuatan magic yang bisa membuat daerah yang awalnya sepi sunyi menjadi ramai hanya karena penamaan Desa Sekarputih.
B.     Saran
      Dari hasil penelitian Asal-Usul Nama Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk, maka saya mengemukakan saran sebagai berikut :
1.      Pelestarian makam Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah harus dilakukan agar generasi muda khususnya warga Desa Sekarputih mengetahui asal-usul desanya dengan tidak mengkaitkan unsur-unsur mistik yang sudah ada.
2.      Sejarah lokal sangat penting dimasukkan sebagai suatu kurikulum di sekolah karena memegang peranan yang sangat penting untuk membangkitkan kecintaan pelajar kepada daerahnya.



DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Nganjuk
Purwasih, Joan Hesti Gita, Yustinah Eka Janah, dan Sri Muhammad           Kusumantoro. 2015. Sosiologi Kelas XII Program IPS. Klaten: Ki Hajar      Dewantara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar