BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sejarah lokal mengandung suatu
pengertian, bahwa suatu peristiwa yang tidak terjadi hanya meliputi suatu
daerah dan tidak menyebar ke daerah lainnya. Sejarah tentang suatu daerah
memuat suatu awal daerah tersebut seperti asal-usul daerah yang bersangkutan
sampai pada masa berikutnya. Setiap wilayah di Indonesia memiliki karakter
tersendiri. Hal ini di sebabkan karena masing-masing wilayah di Indonesia
terbentuk melalui sejarah panjang yang berbeda-beda. Demikian juga kebudayaan,
merupakan produk dari proses sejarah yang panjang. Oleh karena itu sejarah
lokal merupakan hal yang sangat kompleks yang memiliki banyak aspek dari
keseluruhan pengalaman kolektif masa lalu meliputi aspek sosial budaya,
politik, agama, teknologi, ekonomi, dan sebagainya dalam sutu wilayah tertentu.
Nganjuk dahulunya bernama Anjuk Ladang yang dalam bahasa Jawa
Kuna berarti Tanah Kemenangan. Dibangun pada tahun 859 Caka atau 937
Masehi. Berdasarkan peta Jawa Tengah dan Jawa Timur
pada permulaan tahun 1811 yang terdapat dalam buku tulisan Peter Carey yang
berjudul : ”Orang Jawa dan masyarakat Cina (1755-1825)”, penerbit Pustaka
Azet, Jakarta, 1986; diperoleh gambaran yang agak jelas tentang daerah Nganjuk.
Apabila dicermati peta tersebut ternyata daerah Nganjuk
terbagi dalam 4 daerah yaitu Berbek,
Godean,
Nganjuk dan Kertosono merupakan daerah yang dikuasai Belanda
dan kasultanan Yogyakarta, sedangkan daerah Nganjuk
merupakan mancanegara kasunanan Surakarta.
Sejak adanya Perjanjian Sepreh 1830,
atau tepatnya tanggal 4 juli 1830, maka semua kabupaten di Nganjuk
(Berbek,
Kertosono dan Nganjuk
) tunduk dibawah kekuasaan dan pengawasan Nederlandsch Gouverment. Alur sejarah
Kabupaten Nganjuk
adalah berangkat dari keberadaan kabupaten
Berbek dibawah kepemimpinan Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo. Tahun 1880
adalah tahun suatu kejadian yang diperingati yaitu mulainya kedudukan ibukota Kabupaten
Berbek pindah ke Kabupaten
Nganjuk.
Dalam Statsblad van Nederlansch
Indie No.107, dikeluarkan tanggal 4 Juni 1885, memuat SK Gubernur Jendral dari
Nederlandsch Indie tanggal 30 Mei 1885 No 4/C tentang batas-batas Ibukota Toeloeng Ahoeng,
Trenggalek,
Ngandjoek
dan Kertosono, antara lain disebutkan: III tot
hoafdplaats Ngandjoek, afdeling Berbek, de navalgende Wijken en kampongs :
de Chineeshe Wijk de kampong Mangoendikaran de kampong Pajaman de kampong
Kaoeman. Dengan ditetapkannya Kota Nganjuk yang meliputi kampung dan desa tersebut di atas
menjadi ibukota Kabupaten Nganjuk,
maka secara resmi pusat pemerintahan Kabupaten
Berbek berkedudukan di Nganjuk.
Kabupaten Nganjuk terletak antara
11105' sampai dengan 112013' BT dan 7020' sampai dengan 7059' LS. Luas
Kabupaten Nganjuk adalah sekitar ± 122.433 km2 atau 122.433 Ha yang terdiri
dari atas: Tanah sawah 43.052 Ha,
tanah kering
32.373, tanah hutan 47.007 Ha. Dengan
wilayah yang terletak di dataran rendah dan pegunungan,
Kabupaten Nganjuk memiliki kondisi dan struktur tanah yang cukup produktif
untuk berbagai jenis tanaman, baik tanaman pangan
maupun tanaman perkebunan sehingga sangat menunjang pertumbuhan ekonomi
dibidang pertanian.
Kondisi dan struktur tanah
yang produktif ini sekaligus ditunjang adanya sungai Widas yang mengalir
sepanjang 69,332 km dan mengairi daerah seluas 3.236 Ha, dan sungai
Brantas yang mampu mengairi sawah seluas
12.705 Ha.
Berdasarkan data BPS, jumlah
penduduk di Kabupaten Nganjuk sebanyak 1.017.030 dengan kurang lebih 36%
penduduk tinggal di perkotaan, dan sisanya 64% tinggal di pedesaan. Mayoritas
penduduk di Kabupaten Nganjuk memeluk agama Islam dengan presentase
hampir 99%, dan sisanya menganut agama Kristen,
Hindu,
Budha,
Khonghucu.
Nganjuk mempunyai 20 kecamatan
dan 284 desa/kelurahan.
Kecamatan-kecamatan tersebut adalah: Bagor, Baron, Berbek, Gondang, Jatikalen, Kertosono, Lengkong, Loceret, Nganjuk, Ngetos, Ngluyu, Ngronggot, Pace, Patianrowo, Prambon, Rejoso, Sawahan, Sukomoro, Tanjunganom, dan Wilangan.
Sejarah
lokal yang identik dengan cerita rakyat sampai sekarang masih berkembang terus
dan penyebarannya secara turun temurun oleh masyarakat. Tetapi masih banyak
cerita rakyat yang belum terdeteksi maupun tersimpan dalam bentuk tulisan
maupun kajian. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di daerah biasanya dikenang dan
diingat dalam bentuk nama. Nama tersebut biasanya diambil dari nama peristiwa,
orang, binatang, tumbuhan dan sebagainya. Oleh karena berbagai alasan di atas,
penulis ingin meneliti, menelaah dan merekap sejarah lokal Desa Sekarputih
Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Penelitian ini berjudul Asal-Usul Nama Desa
Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Banyak masyarakat di Indonesia
yang tidak memahami dan mengetahui sejarah lokal di wilayahnya, adapun
sumber-sumber untuk mengetahui secara lisan banyak yang sudah meninggal, pikun,
atau bukan penduduk asli dari daerah tersebut.
Hal itu patut untuk diteliti lebih lanjut agar masyarakat lebih
memahami dan menghargai cerita-cerita rakyat yang terdapat di daerah mereka
masing-masing.
B. Rumusan
Masalah
Bagaimana sejarah asal-usul nama
Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk?
C. Teknik
Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara adalah sebuah metode
pengumpulan data yang dilakukan oleh pewawancara untuk mendapatkan informasi
melalu wawancara atau interview. Dengan teknik atau cara berhubungan secara
langsung dengan informan melalui tanya jawab secara lisan. Pewawancara
menggunakan metode wawancara tidak terencana dan wawancara terbuka. Dalam hal
ini wawancara dilakukan terhadap dua warga yang dianggap paham dengan sejarah
asal-usul desa Sekarputih.
2. Observasi
Observasi adalah metode atau cara
yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung pada objek dalam kegiatan
penelitian. Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah
ruang/tempat, waktu, dan perasaan.
D. Teknik
Pengelolahan Data
a. Peneliti
memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena
pengalaman yang telah dikumpulkan.
b. Membaca
data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang di
anggap penting kemudian melakukan pengkodean data.
c. Menemukan
dan mengelompokkan makna pernyataan yang di peroleh responden dengan melakukan
horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya di perlakukan memiliki
nilai yang sama. Selanjutnya pernyataan yang tidak relavan dengan topik dan
pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih di
hilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizon (arti tekstural dan unsur
pembentuk atau penyusun dari fenomena yang tidak mengalami menyimpangan).
d. Pernyataan
tersebut kemudian dikumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang
bagaimana pengalaman tersebut terjadi.
e. Selanjutnya
peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut
sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan
textural decription (mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan
structural description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi).
f. Peneliti
kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena
yang diteliti dan mendaptkan makna pengamalan responden mengenai fenomena
tersebut.
g. Membuat
laporan pengamalan setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari gambaran
tersebut ditulis.
E. Ruang
Lingkup dan Pembatasan Penelitian
Yang menjadi ruang lingkup atau
daerah penelitian adalah Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk.
Dalam karya tulis ini saya memberi batasan-batasan tertentu dalam pembahasan
masalah ini, yaitu ; kajian lagenda/cerita asal-usul nama Desa Sekarputih
Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk dan kajian kebudayaan yang masih dilaksanakan
secara turun temurun di Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk.
F. Tujuan
Penelitian
Untuk mengetahui sejarah Desa
Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk.
G. Manfaat
Penelitian
1. Secara
teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan yang dapat menumbuhkan rasa
menghargai pada setiap anggota masyarakat dan menambah kecintaan terhadap hasil
kebudayaan dari daerahnya masing-masing.
2. Sedangkan
manfaat praktis dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan dan pengalaman
dalam bidang sejarah lokal yaitu dapat digunakan sebagai pengetahuan dan
informasi tentang asal-usul Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk
dan untuk mendorong semangat melestarikan budaya nasional bagi generasi muda
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
BAB II
TENTANG SEJARAH DESA
A. Sejarah
Desa
Desa di
Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warner Muntinghe, seorang
Belanda anggota Raad van Indie pada masa penjajahan colonial Inggris, yang
merupakan pembantu Gubernur Jenderal Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 di
Indonesia. Dalam sebuah laporannya tertanggal 14 Juli 1817 kepada pemerintahnya
disebutkan tentang adanya desa-desa di daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa.
Dan kemudian hari ditemukan juga desa-desa di kepulauan luar Jawa yang kurang
lebih sama dengan desa yang ada di Jawa (soeyardjo, 1984:36).
Terbentuknya suatu Desa tidak terlepas dari
insting manusia, yang secara naluriah ingin hidup bersama keluarga suami/istri
dan anak, serta sanak familinya, yang kemudian lazimnya memilih suatu tempat
kediaman bersama. Tempat kediaman tersebut dapat berupa suatu wilayah dengan berpindah-pindah
terutama terjadi pada kawasan tertentu hutan atau areal lahan yang masih
memungkinkan keluarga tersebut berpindah-pindah. Hal ini masih dapat ditemukan
pada beberapa suku asli di Sumatera seperti kubu, suku anak dalam, beberapa warga melayu
asli, juga Pulau-pulau Lainnya di Nusa Tenggara, Kalimantan dan Papua.
(sumardjo, 2010).
B. Pengertian Desa
Desa
atau udik menurut definisi
"universal", adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural).
Di Indonesia,
istilah desa adalah pembagian
wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan,
yang dipimpin oleh Kepala Desa.
Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil yang disebut
kampung (Banten, Jawa Barat) atau dusun (Yogyakarta) atau banjar (Bali) atau
jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain misalnya
Kepala Kampung atau Petinggi di Kalimantan
Timur, Klèbun di Madura, Pambakal di Kalimantan Selatan, dan Kuwu di Cirebon,
Hukum Tua di Sulawesi Utara.
Sejak
diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain,
misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, di Aceh dengan
istilah gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan
institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik
adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan
penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat. Menurut aktivitasnya, Desa dibagi menjadi :
·
Desa agraris, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah
di bidang pertanian dan perkebunan.
·
Desa
industri, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang
industri kecil rumah tangga.
·
Desa
nelayan, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang
perikanan dan pertambakan.
Pengertian Desa menurut beberapa ahli :
1.
Bambang Utoyo
Desa merupakan tempat
sebagian besar penduduk yang bermata pencarian di bidang pertanian dan
menghasilkan bahan makanan.
2.
R. Bintarto
Desa adalah perwujudan
geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis
politik, kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan
daerah lain
3.
Sutarjo Kartohadikusumo
Desa merupakan
kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berhak menyelenggarakan
rumah tangganya sendiri merupakan pemerintahan terendah di bawah camat
4.
William Ogburn dan MF Nimkoff
Desa adalah kesatuan
organisasi kehidupan sosial di dalam daerah terbatas.
5.
S.D. Misra
Desa adalah suatu
kumpulan tempat tinggal dan kumpulan daerah pertanian dengan batas-batas
tertentu yang luasnya antara 50 – 1.000 are.
6.
Paul H Landis
Desa adalah suatu
wilayah yang jumlah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan cirri-ciri
sebagai berikut :
a.
Mempunyai pergaulan hidup yang saling
kenal mengenal antra ribuan jiwa
b.
Ada pertalian perasaan yang sama tentang
kesukuaan terhadap kebiasaan
c.
Cara berusaha (ekonomi) aalah agraris
yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam sekitar seperti iklim, keadaan
alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat
sambilan.
7.
UU no. 22 tahun 1999
Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah
Kabupaten.
8.
UU no. 5 tahun 1979
Desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat
termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi
pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Keadaan
Geografis Desa Sekarputih
Kabupaten Nganjuk berbatasan dengan
Kota Jombang, Kota Kediri, Kota Madiun dan Kota Bojonegoro. Kabupaten Nganjuk
memiliki 20 kecamatan dan 284 desa/kelurahan, salah satu
Kecamatan yang dimiliki Kabupaten Nganjuk adalah Kecamatan Bagor dan Kecamatan
Bagor memiliki beberapa Desa, salah satunya adalah Desa Sekarputih.
Desa Sekarputih adalah sebuah Desa di Kecamatan Bagor Kabupaten
Nganjuk. Desa ini berbatasan dengan Desa Gandu di utara, Desa Cangkringan di
timur, Desa Sonopatik di selatan, serta Desa Pesudukuh di barat.
Penduduk Desa Sekarputih ini
mayoritas mata pencaharian utamanya adalah dari hasil pertanian dengan sawah
tadah hujan yang menghasilkan tanaman padi di musim penghujan dan pancaroba
atau peralihan. Sedangkan pada musim kemarau menghasilkan jagung. Adapun hasil
pertanian lainnya antara lain kedelai, bawang merah, bawang merah, dan beberapa
jenis sayuran. Selain sebagai petani penduduk Desa Sekarputih ada yang bekerja
sebagai pedagang, karyawan, guru dan tenaga keras.
Mayoritas penduduk di Desa
Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk memeluk agama Islam dengan presentase
100% dan mayoritas tetap mempertahankan tradisi kejawen yang dikenal dengan istilah
abangan.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Sekarputih
menggunakan Bahasa Jawa. Biasanya dikenal dengan dialek (ujuk-ujuk) yang artinya tiba-tiba. semakin ke
selatan datarannya makin tinggi, bahasanya pun semakin beragam. intonasinya
semakin panjang, seperti berbicara "puuanjang”.
B. Asal-Usul Desa Sekarputih
1. Asal-Usul
Desa Sekarputih menurut Bapak Supraman (Carik)
Umur Mbah Suparman 65 tahun, sejak umur 30 tahun beliau
sudah menjabat sebagai carik di Desa
Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk dan beliau sebagai sesepuh tertua
yang mengetahui asal-usul Desa Sekarputih secara lisan. Beliau mengetahui
banyak hal tentang asal-usul penamaan Desa Sekarputih dari hal kesenian, kebudayaan
dan lain-lain.
Menurut Mbah Suparman, pada zaman
dahulu sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia, ada sepasang suami istri yang
hidupnya pas-pasan. Bernama Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah yang
beristirahat di antara dua pohon asam besar, dalam kehidupannya mereka makan
dan minum seadanya. Sewaktu mereka beristirahat Desa Sekarputih belum ada.
Akhirnya sepasang suami istri tersebut memutuskan untuk tinggal di bawah pohon
asam besar tersebut.
Asal-usul Mbah Surodipo dan Mbah
Dewi Rantinah sampai sekarang belum di ketahui. Beberapa hari mereka tinggal di
bawah pohon, mereka berjalan-jalan menelusuri jalan yang ada di Desa Sekarputih.
Saat beliau berjalan di depan area pemakaman beliau menemukan bunga “Kantil
Putih” bunga tersebut berwarna putih dan baunya sangat harum. Sehubungan dengan
belum adanya nama Desa yang mereka singgahi tersebut, mereka memutuskan untuk
menamai desa yang mereka singgahi dengan nama Desa “Sekarputih” istilah Sekar
sama dengan bunga, sedangkan putih sama dengan warna putih. Jadi filosofi Desa
Sekarputih adalah bunga yang berwarna putih.
Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah
meninggal di Desa Sekarputih Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk, jasad mereka di
makamkan di bawah di antara dua pohon asam besar yang dahulu kala mereka
singgahi untuk beristirahat. Masyarakat Desa Sekarputih melestarikan makam
mereka dan dua pohon asam besar sebagai sesepuh atau pohon keramat yang berada
di Desa Sekarputih.
Sewaktu
datangnya Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah, Mbah Surodipo mengenakan gelang
di kaki sedangkan Mbah Dewi Rantinah mengenakan baju hijau, jarik kawung dan
kemben palang rusak. Akhirnya masyarakat Desa Sekarputih membuat larangan
menyamakan apa yang dahulu di kenakan oleh Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah
untuk menghindari kejadian buruk yang nanti di terima oleh masyarakat Desa
Sekarputih.
Kesenian yang dahulu di lestarikan
dan sampai sekarang adalah “Tandak Tayub” Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah
sangat menyukai kesenian tersebut. Tandak Tayub di lakukan atau di
selenggarakan satu kali dalam setahun dengan tujuan bersih desa. Mistik yang
sampai sekarang masih di percayai adalah jika Desa Sekarputih dalam satu tahun
tidak menyelenggarakan Tandak Tayub maka nanti akan ada
musibah yang menghampiri masyarakat Desa Sekarputih salah satu contohnya adalah
kematian yang beruntun.
Tahun 2008 yang silam sewaktu Desa
Sekarputih tidak melakukan atau menyelenggarakan Tandak Tayub, terdapat 5 orang
masyarakat Sekarputih yang meninggal dalam satu minggu dan seluruh masyarakat
Desa Sekarputih memepercayai bahwa meninggalnya 5 orang tersebut dikarenakan
Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah marah akan tidak diselenggarakannya Tandak
Tayub di Desa Sekarputih. Setelah meninggalnya 5 orang tersebut, masyarakat
Desa Sekarputih menyelenggarakan Tandak Tayub, selesainya acara Tandak Tayub
Desa Sekarputih menjadi tenang, tentram dan damai kembali seperti sedia kala.
2. Asal-Usul
Desa Sekarputih menurut Ibu Djuwati
Mbah
Djuwati istri dari almarhum Mbah Sumadi yang dahulu menjabat sebagai Jogotirto.
Mbah Djuwati berumur 59 tahun, beliau lahir di Desa Sekarputih Kecamatan Bagor
Kabupaten Nganjuk, sejak kecil beliau dibesarkan di Desa Sekarputih dan sampai
tua ini beliau masih bertempat tinggal di Desa Sekarputih.
Menurut
beliau penamaan Desa Sekarputih berawal dari datangnya Mbah Surodipo dan Mbah
Dewi Rantinah yang menemukan bunga kantil putih di sebelah makam umum. Mbah Surodipo
dan Mbah Dewi Rantinah dimakamkan di bawah pohon asam yang sekarang pohon asam
tersebut di namakan “Mbah Gempol” dan dijadikan pohon keramat bagi masyarakat
setempat.
Kesenian
yang masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Sekarputih adalah acara Tandak
Tayub yang bertujuan untuk bersih desa atau babad desa dan mengingat jasa-jasa
Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah. Setelah sepeninggalnya Mbah Surodipo dan
Mbah Dewi Rantinah, pohon keramat “ Mbah Gempol” tersebut sering dikunjungi
masyarakat Desa Sekarputih untuk meminta ijin akan diadakan acara pernikahan,
khitanan dan lain sebagainya.
Masyarakat
Desa Sekarputih percaya bahwa sebelum mengadakan atau menyelenggarakan acara
lebih baiknya meminta ijin dahulu kepada sesepuh Desa Sekarputih yaitu almarhum
dan almarhumah Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah yang sekarang disimbolkan
dengan dua pohon asam besar “Mbah Gempol”. Tujuan masyarakat Desa Sekarputih
meminta ijin kepada almarhum dan almarhumah sesepuh guna untuk memperlancar
acara yang akan mereka selenggarakan agar tidak mendapatkan halangan
sedikitpun. Masyarakat Desa Sekarputih yang akan meminta ijin kepada sesepuh
seharusnya membawa nasi, ayam dan bunga sebagai sesajen yang diperuntukkan
kepada penghuni dua pohon asam besar “ Mbah Gempol”.
Setiap
tanggal 1 Suro masyarakat Desa Sekarputih berbondong-bondong membawa makanan
dan bunga ke makam almarhum dan almarhumah Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah
untuk melakukan tradisi doa dan penghormatan kepada mereka. Susunan acara tradisi
doa dan penghormatan pembukaan, sambutan kepala desa dan juru kunci, doa,
makan-makan dan penutup. Juri kunci atau seseorang yang selalu membersihkan
area Mbah Gempol dan yang sering memimpin doa sewaktu masyarakat meminta ijin
kepada Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah adalah Mbah Syiran dan Mbah Sabar. Kesenian
lainnya yang masih di lestarikan masyarakat Desa Sekarputih adalah Dayang ( Warang
Gono ).
C. Tradisi
dan Kebudayaan Desa Sekarputih
Tradisi merupakan adat kebiasaan sebuah daerah yang
selalu diturunkan secara turun merurun kepada generasinya. Tradisi suatu daerah
akan menggambarkan atau menunjukkan ciri-ciri khas serta karakter daerah
tersebut, hal inilah yang membedakan antara daerah satu dengan daerah lainnya.
Di Indonesia, tradisi yang masih dijalankan, dipengaruhi oleh kebudayaan lokal,
Hindu-Budha, dan Islam. Disadari atau tidak, sampai sekarang dalam menjalankan
sebuah tradisi, masyarakat Indonesia masih terpengaruh oleh tiga kebudayaan tersebut.
Desa Sekarputih ini memiliki tradisi dari zaman dahulu
yang masih dilestarikan hingga sekarang, misalnya “bersih desa/nyadranan”.
Nyadranan ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali menjelang saat memasuki
awal bulan Suro. Biasanya masyarakat mengadakan pengajian atau khataman di
Balai Desa mulai setelah shalat Subuh hingga menjelang shalat Ashar. Kemudian
dilanjutkan dengan acara “Tandak Tayub” untuk warga Desa Sekarputih hingga pagi
hari atau satu malam suntuk. Selain itu, misalnya pada saat kegiatan keagamaan
seperti Isra’ Mi’raj, diadakan pengajian di makam Mbah Surodipo serta Mbah Dewi
Rantinah. Bahkan masyarakat juga menggunakan makam Mbah Surodipo serta Mbah
Dewi Rantinah tersebut sebagai “tempat perizinan” jika melakukan hajatan
keluarga, seperti khitanan/sunatan dan upacara perkawinan. Akan tetapi pada
saat ini bila ada hajatan keluarga seperti khitanan dan upacara perkawinan
masyarakat hanya memberi sesajen saja tanpa harus ada acara perizinan ke makam
Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah.
Tradisi
tersebut di atas masih dilaksanakan masyarakat hingga sekarang. Bahkan sekarang
telah dibentuk organisasi/jamaah pengajian untuk bapak-bapak dan ibu-ibu
tingkat RT yang dilaksanakan setiap malam Jum’at setelah shalat maghrib. Jadi
setiap RT itu memiliki jamaah tahlil sendiri-sendiri dan pakaian seragamnya
juga berbeda-beda.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Disebut sebagai Desa Sekarputih
karena dulu ada sepasang suami istri yang tinggal di desa ini. Beliau bernama
Surodipo dan Dewi Rantina, mereka berdua menemukan bunga kantil putih , dijadikan
sebagai nama desa dan di kenang selalu karena beliau dipercayai memiliki
kekuatan magic yang bisa membuat daerah yang awalnya sepi sunyi menjadi ramai
hanya karena penamaan Desa Sekarputih.
B. Saran
Dari hasil penelitian Asal-Usul Nama Desa Sekarputih Kecamatan
Bagor Kabupaten Nganjuk, maka saya mengemukakan saran sebagai berikut :
1. Pelestarian
makam Mbah Surodipo dan Mbah Dewi Rantinah harus dilakukan agar generasi muda
khususnya warga Desa Sekarputih mengetahui asal-usul desanya dengan tidak
mengkaitkan unsur-unsur mistik yang sudah ada.
2. Sejarah
lokal sangat penting dimasukkan sebagai suatu kurikulum di sekolah karena
memegang peranan yang sangat penting untuk membangkitkan kecintaan pelajar
kepada daerahnya.
DAFTAR
PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Nganjuk
Purwasih,
Joan Hesti Gita, Yustinah Eka Janah, dan Sri Muhammad Kusumantoro. 2015. Sosiologi Kelas XII Program IPS. Klaten:
Ki Hajar Dewantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar